MAQOMAT



MAQOMAT
Secara harfiah maqomat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini juga digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dibawah ini jumlah tangga atau maqomat yang harus ditempuh seorang sufi yaitu:
  1. Al-zuhud
Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud  artinya keadaan yang meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka megendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal Ini dapat dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi,
مَتَا عُ الْحَيوةِ الدُّ نْيَا فِى الْا خِرَةِ اِلاَّ قَلِيْلٌ ( التوبة : ٣٨)  فَمَا
Artinya :” padahal kenikmatan hidup didunia ini ( dibandingkan dengan kehidupan ) akhirat hanyalah sedikit “. (QS. Attaubah 9 : 38)
Ayat diatas memberikan petunjuk bahwa kehidupan dunia yang sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan diakhirat yang kekal dan abadi, sungguh tidak sebanding. Kehidupan diakhirat lebih baik dari pada kehidupan didunia. Orang yang memiliki pandangan demikian tidak akan mau mengorbankan kebahagiaan hidupnya diakhirat hanya karena mengejar duniawi yang sementara. Orang yang demikian akhirnya akan terpelihara dari melakukan hal-hal yang negatif. Hal ini yang berbuat baik-baik saja.
Sikap zuhud sebagaimana telah disebutkan diatas, menurut harun nasution adalah sikap yang harus ditempuh seorang sufi. Sikap ini dalam sejarah buat pertama kali muncul ketika terjadi kesenjangan antara kaum yang hidup sederhana dengan para raja yang hidup dalam kemewahan dan berbuat dosa. Muawiyah misalnya disebut sebagai raja Roma dan Persia yang hidup dalam kemewahan. Anaknya bernama Yazid dikenal sebagai pemabuk.
Sementara itu sumber lain menyebutkan bahwa sebelum timbul hidup mewah dizaman muawiyah dan Abbasiyah itu telah timbul pula sikap perlombaan dan persaingan tidak sehat dizaman Usman dan Ali. Dalam keadaan demikian ada sahabat yang tidak mau melibatkan diri. Mereka mengasingkan diri dari persaingan tersebut.
Berkenaan dengan demikian itu, maka timbullah sikap zahid ( orang yang melakukan zuhud).para zahid di kota kufahlah yang pertama kali memakai pakaian kasar sebagai reaksi terhadap pakaian sutra yang dipakai golongan Muawiyah. Mereka itu seperti Sufyan al-Tsauri, Abu Hasyim, Jabir Ibn Hasyim, Hasan Bisri, dan Rabi’ah al-Adawiyah.
  1. Al-Taubah
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sunguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebijakan. Harun nasution mengatakan taubat yang dimaksud sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Untuk mencapai taubat yang sesungguhnya dan dirasakan diterima oleh Allah terkadang tidak dapat dicapai satu kali saja. Taubat yang sebenarnya paham sufime ialah lupa pada segala hal kecuali Tuhan.
Mustafa zahri mengatakan taubat berbarengan dengan istighfar ( memohon ampun ). Bagi orang awam taubat cukup dengan membaca Astaghfirullah wa atubu ilaihi ( Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya ) sebanyak 70 kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas bertaubat dengan mengadakan riadah ( latihan ) dan mujahadah ( perjuangan ) dalam usaha membuka hijab ( tabir ) yang membatasi diri dengan Tuhan.
Didalam Al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menganjurkan manusia agar bertaubat. Diantaranya ayat yang berbunyi :

وَتُوْ بُوْا اِلَى الله جَمِيعًا اَ يُّهَ الْمُؤْ مِنُوْ نَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْ نَ ( النور : ۳۱ )
Artinya : “ Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang – orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-nur , 24:31).

  1. Al-Wara
Secara harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengertian sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keraguan antara halal dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan dengan hadist Nabi yang berbunyi :
فَمَنِ ا تَّقَى مِنَ الشُّبْهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَا مِنَ الْحَرَامِ ( روالبخارى)
“ Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. (HR. Bukhari) “
Hadist tersebut menunjukan bahwa syubhat lebih dekat pada yang haram. Kaum sufi menyadari benar bahwa setiap makanan, minuman pakaian dan sebagainya yang haram dapat memberi pengaruh bagi orang yang memakan, meminum atau memakannya. Orang yang demikian akan keras hatinya, sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari Tuhan. Hal ini dapat dipahami dari hadist Nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram yang dimakan oleh manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati yang lama-kelamaan hati menjadi keras. Hal ini sangat diikuti oleh para sufi yang senantiasa mengharapkan nur ilahi yang dipancarkan lewat hatinya yang bersih.
  1. Kefakiran
Secara harfiah fakir diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban – kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tapi tidak menolak.
  1. Sabar
Secara harfiah, sabar berarti tabah hati. Dikalangan sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah - perintah Allah, dalam menjauhi segala larangan-Nya dan dalam menerima segala percobaan-percobaan yang diberikan-Nya pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Sabar dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu – nunggu datangnya pertolongan.
Sikap sabar sangat dianjurkan dalam ajaran Al-qur’an. Allah berfirman :

فَا صْبِرْ كَمَا صَبَرَا وُلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّ سُلِ وَ لاَ تَسْتَعْجِلْ لَّهُمْ ( الاحقاف : ۳۵ )
“ maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS. Al-Ahqaf, 46: 35 )
Menurut Ali bin Abi Thalib bahwa sabar itu adalah bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari jasad. Hal ini menunjukan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
  1. Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Harun Nasution adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah. Selamanya dalam keadaan tenteram, jika mendapat pemberian berterima kasih, jika mendapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada qada dan qadar Allah. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada untuk hari ini. Tidak mau makan, jika ada orang yang lebih berhajat pada makanan tersebut diri padadirinya. Percaya pada janji Allah. Menyerahkan kepada Allah dengan Allah karena Allah.
Bertawakkal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah. Dalam firman-Nya :
وَعَلىَ اللهِ فَلْيَتَوَ كَّلِ الْمُؤْ مِنُوْنَ ( التوبه : ۵۱ )
“ Dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakkal. “ ( QS. Attaubah, 9 : 51 )
  1. Kerelaan
Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang.
Manusia biasanya merasa sukar menerima keadaan-keadaan yang biasa menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat dan kedudukan, kematian dan lain-lain yang dapat mengurangi kesengannya. Yang dapat bertahan dari berbagai cobaan itu hanyalah orang-orang yang telah memiliki sifat ridha. Selain itu juga rela berjuang atas jalan Allah, rela menghadapi segala kesukaran, rela membela kebenaran, rela berkorban harta, jiwa dan lainnya. Semua itu bagi sufi dipandang sebagai sifat-sifat terpuji dan akhlak yang bernilai tinggi bahkan dianggap sebagai ibadah semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah.
Beberapa sikap yang termasuk dalam maqamat itu sebernya merupakan akhlak yang mulia. Semua itu dilakukan oleh seorang sufi setelah lebih dahulu membersihkan dirinya dengan bertaubat menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Hal yang demikian identik dengan prosen takhalli yaitu membersihkan diri dari sifat yang buruk dengan taubat dan menghiasi diri dengan sifat yang baik, dan hal ini disebut dengan istilah tahalli, sebagaimana dikemukakan dalam tasawuf akhlaki.






DAFTAR PUSTAKA


Nata, Abuddin, 2012. Akhlak tasawuf . Jakarta : PT.rajagrafindo persada.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN (LPJ)

Cara pengaturan kamera hp Oppo A37F

MAKALAH MASALAH - MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL