Contoh Makalah Feminisme
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Isu
gender sudah lama muncul, entah sejak kapan tepatnya. Akan tetapi, di sepertiga
akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, bangkitnya feminisme dan tumbuhnya
gerakan laki-laki telah meningkatkan perdebatan tentang peran laki-laki dan
perempuan. Isu gender merembes ke terapi, misalnya dalam asumsi-asumsi terkait
gender yang dibawa terapis dan klien ke dalam kehidupan pribadinya maupun ke dalam
terapi. Karena isu-isu dn budaya dan isu-isu gender saling tumpang tindih.
Salah satu fungsi utama enkulturasi adalah untuk meneruskan peran gender dari
generasi ke generasi. Akan tetapi, sampai tingkat tertentu kelompok sebaya
mungkin mengambil alih peran orangtua dalam melaksanakan aspek sentral
enkulturasi ini (Maccoby,1990).
Gender
juga dapat menjadi salah satu aspek penting perubahan dan konflik budaya dengan
perubahan-perubahan dalam peran perempuan yang memengaruhi laki-laki dan
sebaliknya. Banyak perempuan Inggris, Australia, dan Amerika sangat merasakan
bahwa mereka, seperti halnya minoritas etnik dan rasial, ditindas oleh budaya
arus utama kulit putih yang didominasi laki-laki. Perubahan budaya juga dapat
mempengaruhi bagaimana orang belajar tentang peran gender, misalnya gerakan
ekonomi agararia yang berasal dari revolusi industri, mengakibatkan banyak kaum
laki-laki yang kekurangan waktu bersama keluarga dan masyarakat lokalnya dengan
memunculkan kemungkinan pemiskinan psikologis disemua pihak yang terkait.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pendapat para tokoh terhadap feminisme?
2.
Bagaimana
kahekat manusia, pribadi sehat dan tidak sehat menurut pendekatan feminisme?
3.
Apa aspek-aspek
dan tujuan terapi feminisme?
4.
Bagaimana
pendekatan terapi feminisme?
5.
Apa
kelebihan dan kekurangan pendekatan feminisme?
6.
Bagaimana
penerapan pendekatan feminism dalam studi kasus?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENDAPAT PARA TOKOH TERKAIT
FEMINISME
1. Betty Frieden
Sebuah
pencetus bagi gerakan perempuan modern dengan buku seminal-nya The Feminine
Mytique, yang mencatat apati dan frustasi banyak istri pasukan Amerika pasca
Perang Dunia Kedua yang terjebak di kamp-kamp konsentrasi domestik yang nyaman.
Frieden mengadvokasikan rencana kehidupan baru bagi kaum perempuan yang akan
memnungkinkan mereka untuk menggunakan kecerdasan mereka, menikmati
“kebersamaan orang dewasa” (adult company), dan menjalani karier dengan serius.
2.
Greer
Mengatakan
bahwa liberasi bukanlah kesetaraan yang menjadi tujuan kaum feminis. Ia menulis
“kalau kami menerima bahwa laki-laki tidak bebas, dan bahwa maskulinitas adalah
penejelasan parsial kejantanan dan femininitas adalah penjelasan parsial
kewanitaan, maka kesetaraan harus dilihat sebagai substitusi yang buruk untuk
liberasi” (1999:195). Liberasi berarti perempuan yang menetapkan nilai-nilainya
sendiri dan dengan bangga menegaskan perbedaan sejati perempuan yang tidak sama
dengan feminin dari laki-laki. Meskipun tidak terlalu ditekankan oleh Greer,
liberasi perempuan juga berarti menantang laki-laki untuk menegaskan perbedaan
sejati laki-laki dari perempuan. [1]
3.
Juliet
Mitchell
Penjelasan
tentang proses yang melalui proses tersebut identitas kita yang di-seks-kan
diperoleh dan dipertahankan yang akan menjelaskan kekuatan dan kelaziman
identitas-identitas ini dan melihat identitas-identitas itu sebagai yang
dibentuk oleh budaya dan dengan demikian terbuka terhadap perubahan. [2]
B.
Hakikat Manusia dari Feminisme
Feminisme yang memiliki artian dari femina tersebut, memiliki arti
sifat keperempuan, sehingga feminisme diawali oleh presepsi tentang ketimpangan atau ketidak adilan posisi perempuan dibanding laki-laki di masyarakat. Akibat
presepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan
tersebut untuk menghapuskan dan menemukan
formula penyetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai
dengan potensi mereka sebagai manusia (human being). Maggie Humm dalam bukunya
“Dictionary of Feminist Theories” menyebutkan feminisme merupakan ideologi
pembebasan perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah bahwa
perempuan mengalami ketidak adilan
disebabkan jenis kelamin yang dimilikinya. Bagi Bahsin dan Night dalam bukunya
“Some Question of Feminism and its Relevance in South Asia” pada tahun 1986
mendefinisikan feminisme sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan di masyarakat, tempat kerja, dan keluarga, serta tindakan
sadar oleh perempuan dan laki-laki untuk mengubah kesadaran tersebut.
Maka hakikat dari feminisme
masa kini adalah perjuangan untuk mencapai kesetaraan, harkat, serta kebebasan
perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam
maupun di luar rumah tangga.[3]
Pribadi
sehat dalam feminisme
Kepribadian
yang kuat, mandiri, dan percaya diri bukan hanya dimiliki oleh laki-laki,
tetapi juga harus dimiliki oleh perempuan. Hal itu seperti yang dikatakan oleh
Steve Biddulph, seorang ahli parenting dan psikolog anak.
Menurut
buku yang ditulisnya mengenai sepuluh hal yang diperlukan oleh anak
perempuan, untuk menjadi pribadi yang kaya, bebas, mandiri dan kuat menyatakan
bahwa poin tersebut yang pertama adalah awal yang aman dan penuh kasih, waktu
untuk menjadi anak kecil, keterampilan persahabatan, rasa hormat dan cinta
seorang ayah, pelajaran dan pengalaman,peran seorang bibi atau saudara
perempuan, seksualitas yang bahagia dan sehat, tulang punggung, feminisme dan
semangat.[4]
Dalam pribadi sehat feminism yaitu
dijelaskan oleh Q.S An-nisa ayat 4 : 124 yaitu yang artinya “Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki mapun
perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk kedalam surga dan
mereka tidak didzalimi sedikitpun”
Pribadi tidak sehat dalam feminisme
suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan
dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh
perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Dari pengertian di
atas, nampak jelas bahwa gerakan feminisme tidak berarti gerakan emansipasi
terhadap kaum laki-laki, tapi lebih pada gerakan yang memperjuangkan
transformasi system dan struktur yang kurang adil menuju sistem yang adil
terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, gerakan feminism adalah
respon terhadap realitas masyarakat yang belum menempatkan posisi perempuan
secara adil.
Dalam
pribadi tidak sehat feminimse dapat dijelskan dalam QS. An-nisa : 19 yang
artinya “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan
jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak”. Bahkan semangat al-Qur’an jauh melampaui gerakan
feminismee yang hanya menuntut persamaan, dalam Al-Qur’an tidak hanya membawa
spirit persamaan antara laki-laki dan perempuan, tapi juga memiliki
perlindungan secara khusus melalui (washiat) pesan agar lelaki memperlakukan
perempuan dengan sebaik dan sehormat mungkin. [5]
C.
ASPEK-ASPEK DAN TUJUAN TERAPI FEMINISME
1.
Aspek-aspek
feminisme terbagi beberapa
macam :
a.
Feminis
liberal melihat perempuan pantas mendapatkan kesteraan karena mereka memiliki
kemampuan yang sama dengan laki-laki. Tujuan utama terapi adalah pemberdayaan
pribadi dan kesetaraan.
b.
Feminis
sosial menganggap bahwa solusi bagi masalah-masalah masyarakat harus
mempertimbangkan golongan, ras, dan ekonomi. Tujuan terapi utamanya adalah
mentransformasikan hubungan dan institusi sosial.
c.
Feminis
posmodern menangani isu tentang realitas dan mengusulkan banyak kebenaran
sebagai lawan kebenaran tunggal. Mereka mendekonstruksi polaritas-polaritas
seperti maskulin-feminin dan menganalisa bagaimana konstrak-konstrak itu
diciptakan.
d.
Feminis
lesbian kadang-kadang merasa bahwa feminis heteroseksual tidak memahami situasinya terapis lesbian menginginkan teori feminis
untuk memasukan analis tentang multiple identities atas keanekaragaman yang ada
di antara kaum lesbian.
2.
Tujuan
terapi feminisme
Tujuan
umumnya termasuk membantu masing-masing klien untuk menggunakan kekuatan dan
potensinya, membuat pilihan yang tepat-guna, memperbaiki keterampilan yang
buruk, dan mengembangkan konsep diri yang positif dan fleksibel.
1. Tujuan terapi untuk Perempuan
Worell
dan Remer (2003) mengatakan bahwa tujuan akhir terapi feminisme adalah untuk
menciptakan semacam masyarakat dimana seksisme, bersama jenis-jenis
diskriminasi lainnya, tidak ada lagi. Tujuan terapi feminis adalah membantu
mereka untuk mendapatkan strategi yang lebih baik, sebuah pendekatan yang
menghindari “menyalahkan korban” atas masalahnya. Pernyataan tentang
tujuan-tujuan terapi yang mempertimbangkan isu-isu seks dan gender dapat
menfokuskan pada isu-isu seumur hidup perempuan dan pada masalah-masalah yang
jauh lebih lazim dihadapi oleh perempuan dan laki-laki. Disamping itu, terapis
yang dididik dengan baik dan qualified dapat membantu perempuan untuk menangani
isu-isu seperti tidak cukup asertif, gangguan makan, kekerasaan dalam rumah
tangga, dan pelecehan seksual.
2.
Tujuan
terapi untuk laki-laki
Tujuan
yang lebih luas mungkin untuk meningkatkan jumlah laki-laki yang siap
menghadapi peran gender dan masalah-masalah lainnya dalam terapi. Laki-laki
seperti halnya perempuan, perlu membebaskan dirinya sendiri dari stereoptip
peran gender yang membatasi dan mengembangkan lebih banyak potensi uniknya.
Konsekuensinya, tujuan terapi lainnya, bilamana mungkin, adalah membuat
laki-laki menyadari sejauh mana pikiran, perasaan, dan perilakunya telah dan
masih banyak ditentukan oleh sosialisasi peran gender dimasa lalu maupun saat
ini. Tujuan terapi untuk laki-laki dapat
mencakup menangani paling tidak tiga isu yang diidentifikasikan dalam Gender
Role Conflict Scale, yakni kebutuhan eksesif untuk sukses, kekuasaan dan
persaingan, emosionalitas yang terbatas dan perilaku kasih sayang
(affectionate) yang terbatas diantara kaum laki-laki.
D.
Pendekatan Terapi Feminisme
1.
Membuat
Terapi-Terapi Yang Sudah Ada Lebih Peka Terhadap Gender
Tidak
perlu diragukan bahwa kebangkitan feminisme dan gerakan kaum laki-laki telah
memiliki efek dalam bentuk memengaruhi banyak terapis laki-laki atau pun
perempuan untuk melaksanakan terapi dengan fokus yang lebih besar pada
menyembuhkan distres psikologis yang berasal dari sosialisasi peran gender yang
restrikif dan seksisme. Salah satunya pendekatan konseling dan terapi
humanistik juga dapat digunakan dan diadaptasikan untuk menangani isu-isu peran
gender. Klien dapat terapi person-centered dapat mengalami dan mengeksplorasi
isu-isu yang berhubungan dengan sosialisasi peran gender sebelumnya dan isu-isu
peran gender saat ini serta konflik-konflik dalam iklim emosional yang aman dan
memercayai.
Terapis
gestalt dapat menggunakan intervensi-intervensi, seperti eksperimen kesadaran,
penggunaan kursi kosong, dan analisis mimpi untuk memfokuskan pada pembelajaran
peran gender dan perilaku-perilaku yang memblokir kesenangan dan kehidupan
sejati. Disamping itu, dalam analisis transaksional, terapis dapat membantu
klien mengeksplorasi petunjuk skrip tentang perilaku-perilaku peran gender dan
mencapai kebebasan memilih untuk membuang hal-hal yang bersifat merusak .
2.
Kompetensi
Konseling dan Terapi Relevan-Gender
Kompetensi
konseling dan terapi relevan-gender yang terdiri atas tiga dimensi utama yaitu
kesadaran asumsi, nilai dan bias, memahami pandangan klien yang berbeda jenis
tentang dunia, dan mengembangkan strategi dan teknik yang tepat guna.
Masing-masing dimensi dibagi menjadi keyakinan, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
a.
Kesadaran
tentang asumsi, nilai, dan biasnya: keyakinan yang dipegang oleh terapis berkemampuan
gender termasuk sensitif terhadap warisan gender, nyaman dengan perbedaan yang
ada diantara dirinya dan klien dengan jenis kelamin berbeda dengan dirinya, dan
mengakui keterbatasan kompetensi dan keahliannya. Keterampilannya termasuk
mencari pengalaman pendidikan dan latihan yang relevan tentang faktor-faktor
terkait gender dalam kesejahteraan psikologis, memahami secara aktif dirinya
sebagai makhluk gender dan mencari identitas gender yang otonom dan cukup
fleksibel.
b.
Memahami
pandangan klien yang berbeda jenis kelamin dengan dirinya tentang dunia:
keyakinan dan sikap untuk terapis berkemampuan gender termasuk menyadari
reaksi-reaksi emosional negatifnya dan stereotip serta prasangka yang mungkin
mereka miliki terhadap klien dengan jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya. Keterampilannya
termasuk memutakhirkan pengetahuan tentang temuan-temuan penelitian yang
relevan dengan kesejahteraan psikologis perempuan dan laki-laki.
c.
Mengembangkan
strategi dan teknik intervensi yang tepat guna: Keterampilan terapis termasuk
kemampuan mengirimkan dan menerima komunikasi verbal dan non verbal secara
akurat, membuat rujukan tepat guna keterapis yang berjenis kelamin sama atau
berbeda dengan dirinya, mengepaskan hubungan dan intervensi terapeutik dengan
mempertimbangkan dimensi-dimensi terkait gender dari masalah klien, dan
terlibat diberbagai macam peran bantuan, diluar sebagai terapis, misalnya
advisor, advokat, konsultan, dan agen perubahan.
3.
Terapi
feminis
Dalam
analisis peran gender, seorang terapis feminis mengeksplorasi dampak ekspektasi
peran gender di masa lalu pada klien, dan terapis bersama klien menggunakan
informasi ini untuk membuat keputusan tentang perilaku-perilaku peran gender
dimasa depan (Herlihy dan Corey, 2005). Terapis feminis juga dapat menyadarkan
klien tentang perbedaan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat
dan membantu mereka untuk mengenali berbagai macam kekuasaan yang mereka miliki
atau di mana mereka memiliki akses. Intervensi terapis feminis lainnya
memasukkan kelompok-kelompok perempuan dan mengusulkan kepada klien agar mereka
berpartisipasi dalam aksi sosial, misalnya memberikan pendidikan masyarakat
tentang isu-isu gender atau berpartisipasi di pusat krisis perkosaan.
Latihan
asertivitas, analisis peran gender, pembangitan kesadaran bisa sangat tepat
guna untuk kebutuhan perempuan. Latihan asertivitas, strategi untuk mendorong
perasaan berdaya, dan pengungkapan diri (masing-masing sekitar 12 persen). Di
samping itu, terapis perlu membantu klien perempuan untuk mengantisipasi dan
meghadapi konsekuensi perubahan peran gendernya. Terapi mulai dengan tahap
trust building motheringh (membangun kepercayaan ibu). Tergantung kliennya,
dengan derajat yang bervariasi terapis bertindak sebagai wadah (container),
hadir sebagai sosok yang tidak menghakimi, dan menyediakan ruang untuk
pelampiasan emosi. Tahap kedua melibatkan menfokuskan pada isu-isu spesifik,
mengidentifikasi tema-tema, dan memilah hal-hal yang berlawanan, misalnya
kepala harus memerintah hati. Tahap ketiga mengeksplorasi masa lalu untuk
memahami dari mana hal-hal yang berlawanan dan hierarki-hierarki batiniah
berasal. Tahap selanjutnya nelibatkan membubarkan hierarki-hierarki batin,
menghadapi ambivalensi, dan menerima hal-hal yang berlawanan. Kemudian terapi berlanjut
ke tahap terakhir dimana klien membuat keputusan dan berperilaku dengan cara
yang berbeda di dunia. Selama tahap ini
latihan asertivitas mambantu banyak perempuan untuk mengekspresikan diri secara
efektif, misalnya dengan jelas meminta perubahan.
4.
Terapi
Laki-laki
Isu-isu
laki-laki yang menfokuskan pada mengubah aspek-aspek negatif perilaku
laki-laki, misalnya mengatasi kekerasaan dalam rumah tangga dan penganiayaan
sosial. Terapi laki-laki dapat dilaksanakan dengan basis individual, dalam
kelompok-kelompok laki-laki, dan sebagai bagian penanganan pasanagan dan
keluarga. Selain itu, kadang-kadang isu laki-laki maupun perempuan ditangani
dalam kelompok campuran. Tujuan terapis laki-laki seperti terapis feminis
yaitu, menghargai diri sendiri berdasarkan yang ditetapkannya, membebaskn diri
dari streotip peran jenis, meningkatan perasaan sama dengan laki-laki lain dan
mengupayakan perubahan sosial. Dengan begitu terapis dapat membantu mereka
untuk merayakan, membebaskan, dan mengembangkan bagian-bagian yang lebih baik
dari humanitas laki-lakinya.
E.
Kelebihan dan kekurangan feminisme
Kelebiham
Feminisme
§
Memiliki semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah.
§
Sangat peka terhadap ketidakadilan.
§
Kelompoknya memiliki kesatuan yang kuat dan sangat setia.
Kekurangan
Feminisme
§
Terkesan Egois karena hanya memandang sesuatu dengan menguraikan
ketidakadilan yang dimilikinya.
§
Dalam perkembangannya cenderung memandang rendah kaum lelaki.
§
Bertentangan dengan banyak agama. [6]
F.
Analisis kasus
kondisi sosial – ekonomi. Masalah utama yang dihadapi adalah
kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Saat kini perempuan Indonesia
memiliki peran ganda, disatu sisi sebagai ibu rumah tangga dan disisi lainnya
sebagai wanita karier yang ternyata belum diimbangi oleh perubahan
infrastrukrur dan tata nilai-nilai religius yang memadai. Arus peran ganda ini
merupakan konsekuensi logis dari hadirnya industrialisasi dan urbanisasi serta
kondisi ekonomi negara yang ada dalam krisis berkepanjangan. Dalam transformasi
menuju era masyarakat industri dan kondisi krisis tersebut, wanita dipaksa
menanggung beban keluarga, menjadi tenaga pekerja. Rendahnya tingkat pendidikan
secara umum yang dimanifestasikan ke dalam ketrampilan buruh dapat menyebabkan
buruh wanita masuk ke dalam kelompok vulnerable (kelompok rentan) dan akan
masuk kedalam lingkungan kerja yang memiliki predikat 3D, yaitu dirty (kotor),
dangerous (berbahaya) dan difficult (kesukaran). Pelecehan seksual dan
kriminalitas di kawasan industri menunjukkan frekuensi sangat tinggi. Kompas
Agustus 2000 menunjukkan bahwa rata-rata angka aborsi di Indonesia telah
menunjukkan 2 juta /tahun yang lebih tinggi dari rata-rata di dunia 1,7
juta/tahun. Obyek penelitian ini dilakukan disekitar Jakarta (Jabotabek). Demikian
pula wanita perdesaan, ia mempunyai peran sama dengan pria yang tidak selalu
menyandarkan dirinya pada pria. 3 Ibid, hal.24 Mimbar No. 3 Th.XVII Juli –
September 2001 293 Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kementrian
Pemberdayaan Perempuan menujukkan bahwa 60% perempuan Indonesia harus
menghidupi diri sendiri dan keluarganya (Kompas 4 juli 2000).[7]
BAB III
KESIMPULAN
Betty Frieden Sebuah pencetus bagi
gerakan perempuan modern dengan buku seminal-nya The Feminine Mytique, yang
mencatat apati dan frustasi banyak istri pasukan Amerika pasca Perang Dunia
Kedua yang terjebak di kamp-kamp konsentrasi domestik yang nyaman. Frieden
mengadvokasikan rencana kehidupan baru bagi kaum perempuan yang akan
memnungkinkan mereka untuk menggunakan kecerdasan mereka, menikmati
“kebersamaan orang dewasa” (adult company), dan menjalani karier dengan serius.
Terapi feminis Dalam
analisis peran gender, seorang terapis feminis mengeksplorasi dampak ekspektasi
peran gender di masa lalu pada klien, dan terapis bersama klien menggunakan
informasi ini untuk membuat keputusan tentang perilaku-perilaku peran gender
dimasa depan (Herlihy dan Corey, 2005).
Selain terapi feminis juga
terdapat aspek-aspek feminisme yang terbagi beberapa macam:
a. Feminis liberal melihat perempuan pantas
mendapatkan kesteraan karena mereka memiliki kemampuan yang sama dengan
laki-laki.
b. Feminis sosial menganggap bahwa solusi
bagi masalah-masalah masyarakat harus mempertimbangkan golongan, ras, dan
ekonomi.
c.
Feminis
posmodern menangani isu tentang realitas dan mengusulkan banyak kebenaran
sebagai lawan kebenaran tunggal. Mereka mendekonstruksi polaritas-polaritas
seperti maskulin-feminin dan menganalisa bagaimana konstrak-konstrak itu
diciptakan.
d.
Feminis
lesbian kadang-kadang merasa bahwa feminis heteroseksual tidak memahami
situasinya terapis lesbian menginginkan
teori feminis untuk memasukan analis tentang multiple identities atas keanekaragaman
yang ada di antara kaum lesbian.
DAFTAR PUSTAKA
Richard
Nelson-Jones.2011.Teori dan Praktik
Konseling dan Terapi.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar), hlm 691-692
Sue
Thornham.2010.Teori Feminis dan Cultural Studies.(Yogyakarta:Jalasutra)
digilib.uinsby.ac.id/544/6/Bab%203.pdf
http://www.intipesan.com/anak-perempuan-membutuhkan-ini-agar-mampu-menjadi-pribadi-yang-hebat/ 12:45/20/5/2018
[1] Richard Nelson-Jones.2011.Teori
dan Praktik Konseling dan Terapi.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar), hlm 691-692
Comments
Post a Comment